Kalau kita mau
mau main hitung-hitungan kesedihan, tentu saja kami yang akan menang. Sebesar
apa pun dukamu tidak akan sampai seujung kuku dari derita yang kami
terima—justru—saat kami sedang berusaha menghiburmu. Sejenak mengalihkan
perhatianmu dari bayangan malaikat maut yang setiap saat mengintai dari balik
tirai abu-abu di pojok ruangan. Percayalah, air mata yang kamu teteskan saat
menahan sakit itu bukan sepenuhnya air mata dari kelopak matamu sendiri. Itu
akumulasi air mata kami juga yang diam-diam kami transfer lewat senyum di hadapanmu. Ya, hanya di hadapanmu sekarang
kami bisa tersenyum. Selebihnya, kami menangis diam-diam. Kami menangis setiap
saat, dimana pun; di toilet, dalam bus, di kamar, dimana pun asal kamu tidak
melihat. Tangisan tanpa suara.
Setiap malam, harap-harap cemas
kami berdoa yang sepenuhnya sia-sia. Berharap malaikat maut sejenak alpa
supaya—setidaknya—kita bisa menyesap beberapa gelas Bourbon atau membakar Sir
Walter Raleigh sembari mengenang hari-hari yang sudah terlewat.
Kamu masih ingat piano yang
sering kamu mainkan? Piano kesayangan—piano kenangan. Sebuah kendaraan
tempatmu—dulu—menggapai-gapai sebuah wilayah yang sepenuhnya asing bagi kami
tapi familiar buatmu. Fantasi, begitulah kamu menamakan
tempat itu. Sekarang, kami tinggalkan ia berdebu.
Malam ini Melancholy blue-mu menggema, meliuk-liuk di antara gemericing goblet yang tergantung. Riuh, ruangan
ini selalu riuh dengan suara, tapi ajaibnya tak ada seorang pun yang
berkata-kata. Setiap orang bercakap-cakap dengan pikiran mereka sendiri.
Pikiran dengan pikiran. Pikiran dengan hati. Hati dengan hati. Saling
menguatkan, merajuk, berbantahan. Suara-suaranya menjebol plafon, tembus ke
atap. Terus naik sampai tersampir di bintang-bintang.
Another party must be over, satu persatu tamu pulang, lampu
terakhir baru saja dimatikan. Hanya ada cahaya remang bulan yang tembus lewat
jendela ke dalam ruangan. Asap yang tersisa masih buncah walau tipis-tipis.
Baru saja kukancingkan lengan baju saat kami dengar sesuatu mengetuk jendela. Dalam
remang wajahmu tampak. Bersih, jernih, seperti bayi.
Kami ambil lagi satu gelas dan
menuangkan bourbon ke dalamnya. Sir Walter Raleigh disulut. Selamat
datang—kembali—kawan.
😍👍
ReplyDeleteItu hantu?
ReplyDeleteKetemu orang mati
ReplyDelete